Pada awal berdirinya negara Amerika Serikat (4 Juli 1776),
maharaja Sunda Nusantara, SRI BADUGA MAHARAJA SULTAN ABUL MAFACHIR MOEHAMMAD
ALIOEDDIN AL MISRI memberikan pinjaman keuangan/ kolateral (ribuan ton emas)
kepada negara Amerika Serikat. Beliau merupakan raja pertama yang mengakui
kemerdekaan Amerika Serikat yang dipimpin presiden pertama, George Washington.
Beliau juga turut membantu dalam pembangunan gedung pemerintahan
AS, “White House”. Oleh karena itulah bentuk gedung pemerintahan AS, “White
House” serupa dengan Istana Bogor (salah satu istana Maharaja Sunda Nusantara).
Mundurnya Inggris bukan lantaran menangnya tentara Amerika,
tetapi karena desakan Sultan Alioeddin kepada administratur benua Amerika yaitu
Kerajaan Inggris, dalam upaya Sultan ingin menggembalikan pemerintahan Bangsa
Malay-Indian (dari arsip kuno yang ditemukan, wilayah Amerika sebenarnya merupakan
kerajaan bawahan dari kemaharajaan Sunda Nusantara). Raja Inggris, George III
terguncang jiwanya atas kemerdekaan Amerika Serikat, dan menaruh dendam kepada
kemaharajaan Sunda Nusantara.
Pada tanggal 10 Mei 1810, pasukan kemaharajaan Sunda Nusantara
dibawah pimpinan SRI BADUGA MAHARAJA SULTAN ACHMAD AL MISRI dapat mengalahkan
pasukan laut Kerajaan Perancis dibawah komando Herman Williem Daendels, yang
hendak menyerang wilayah kedaulatan kemaharajaan Sunda Nusantara. H.W. Daendels
beserta pasukannya menyerah tanpa syarat dan H.W Daendels dipenjarakannya. H.W.
Daendels adalah perwakilan dari kerajaan Perancis (ketika itu Belanda masih
dijajah oleh Perancis). Maharaja Sultan Achmad Al Misri, berkedudukan di Istana
Merdeka, Istana Cipanas, Istana Bogor, dan Istana Serosowan Bantan.
Kekalahan tentara laut Perancis dibawah komando Daendels oleh
Baginda Sultan Achmad diperingati dengan rasa syukur. Sultan Achmad yang pernah
bersekolah di Inggris mengundang sahabatnya Thomas Stanford Raffles untuk
merayakannya, karena menganggap Inggris adalah musuh bebuyutan Perancis. Beliau
beranggapan bahwa Inggris akan merasa senang bila kemaharajaan Sunda Nusantara
berhasil memukul Perancis dan menawan panglimanya. Namun ternyata T.S. Raffles
membawa tugas misi khusus dari Raja Inggris, George IV, yang masih dendam pada
maharaja Sunda Nusantaraatas kemerdekaan
negara Amerika Serikat. T.S. Raffles ditugaskan untuk membunuh Sultan Achmad,
menghancurkan kemaharajaan Sunda Nusantara, dan membebaskan H.W. Daendels.
Karena H.W. Daendels adalah bangsawan De’Orange yang masih sepupu keluarga
Buckingham, dan ketika itu Perancis telah kalah oleh Inggris.
T.S. Raffles mengajak Sultan Achmad untuk berkeliling wilayah
Nusantara, dengan tujuan Pulau Banda (bagian kepulauan Sunda Kecil, penghasil
pala terbaik di dunia). Ketika itu Sultan Achmad hanya dikawal pasukan kecil
saja, karena tujuannya hanya sekedar jalan-jalan. Sultan Achmad tidak menyadari
bahwa ajakan sahabatnya itu sebenarnya adalah jebakan, karena sebelum
keberangkatan, T.S. Raffles telah memerintahkan pasukan AL nya untuk menunggu
di Laut Banda. Begitu sampai di laut Banda, rombongan Sultan Achmad dikepung
oleh pasukan AL Inggris yang telah siap dengan persenjataan lengkap. Sultan
Achmad tidak berdaya, kemudian diikat dan ditinggalkan begitu saja oleh T.S
Raffles di sebuah pulau kosong, dengan tujuan agar mati. Kapal kebesaran Sultan
Achmad diambil alih oleh T.S. Raffles dengan tujuan agar dia dapat kembali ke
pusat kerajaan Sunda Nusantara tanpa dicurigai oleh pasukan kerajaan Sunda
Nusantara.
Inilah sebabnya ketika rombongan kapal kebesaran Sultan Achmad
(yang telah dikuasai T.S. Raffles) beserta kapal pasukan AL Inggris kembali ke
pelabuhan Sunda Kalapa tak ada perlawanan, karena mengira mereka adalah
rombongan Sultan Achmad dan sahabatnya T.S. Raffles. Siasat ini menyebabkan
T.S. Raffles beserta pasukannya yang telah siap dengan persenjataan lengkap,
dapat dengan mudah menduduki pusat kerajaan Sunda Nusantara. Setelah menguasai
pusat pemerintahan kerajaan, selanjutnya T.S. Raffles mengambil alih beberapa
wilayah strategis hingga sampai Malaka dan Singapura. Untuk melicinkan
kepentingan politiknya, T.S. Raffles juga menghilangkan bukti sejarah lainnya
dengan menghancurkan Istana Surosowan Banten.
Kemudian pada tahun 1816, T.S. Raffles menyerahkan pendudukan
(Annexation) administratif kolonial di wilayah Sunda Nusantara kepada Kerajaan
Belanda (sahabat kerajaan Inggris) di Semarang, dan Herman William Daendels
diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. T.S. Raffles berhasil
membebaskan H.W. Daendels dan membuat perjanjian yang intinya mengangkat
Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan syarat mengikuti
seluruh skenario rekayasa dan membungkam siapa saja yang mengetahui sejarah ini
selanjutnya. Maka dimulailah kekejaman penjajahan Belanda sebagai kepanjangan
Kerajaan Inggris.
Peristiwa ini menjadi awal pemalsuan sejarah Sunda Nusantara
selama +/- 200 tahun. Sejak saat itu, ribuan ton emas dijarah, yang digunakan
untuk modernisasi England & pembangunan persemakmuran negara jajahannya
(Kanada, Australia, Singapura, Hongkong, Afrika Selatan dst). Keluarga
kerajaan-kerajaan di Nusantara dibantai dan dirampok. Arsip (bukti-bukti)
pemerintahan dimusnahkan dan diambil untuk dihilangkan. Sebagian besar arsip
yang menuliskan sejarah bumi dan pemerintahan masih disimpan di Mahkamah
Internasional di Den Haag dan Universitas Leiden, Amsterdam. Inilah sebabnya
Mahkamah Internasional berada di Belanda, karena sejarah aset dunia tersimpan
disana beserta literatur pendukungnya.
Hilangnya kepempinan nasional Sunda Nusantara, menyebabkan
kerajaan-kerajaan dibawah konfederasi Kemaharajaan Sunda Nusantara menjadi
terpecah belah. Sejak saat itu, banyak terjadi perlawanan kepada pemeritah
kolonial Hindia Belanda, ditandai dengan meletusnya Perang Pattimura (Maluku,
1817), Perang Paderi (Sumatera Barat, 1821-1837), Perang Diponegoro (Jawa
Tengah, 1825-1830), dll. Namun perlawanan dari kerajaan-kerajaan ini dapat
dipatahkan oleh Belanda, karena tidak ada persatuan lagi.
Para raja-raja yang soleh dan mau bekerjasama dengan Belanda,
diperdaya dengan menyimpan harta emas mereka di Bank Zurich, Jerman, dimana
harta Kesultanan Nusantara (Cirebon, G.Pakuan, Banten, Deli, Riau, Kutai,
Makasar, Bone, Goa, Luwuk, Ternate, dll,) dalam nilai ratusan trilyun Dollar
Amerika (dalam bentuk emas, logam mulia, berlian, dsb) di simpan di Bank
Zurich, Jerman. Kemudian karena kekalahan Jerman pada PD I (1911-1914), maka
harta tersebut diambil paksa oleh pemenang, Pihak Sekutu, yang selama perang
banyak dibiayai oleh organisasi Yahudi. Inilah sebabnya kenapa Jerman benci
Yahudi. Kemudian harta-harta tsb. dipercayakan untuk disimpan di negeri
Belanda. Namun ketika Belanda kembali terjajah oleh Jerman pada Perang Dunia ke
II, maka harta tsb. menjadi tercerai berai, dan sebagian digunakan oleh NAZI
untuk membiayai perang mereka. Kekalahan Jerman di perang dunia ke II
menyebabkan aset tersebut kemudian dibagi kepada negara Sekutu (dalam hal ini
Amerika, Inggris, Prancis, Rusia, Belanda).
Pada tahun 1934, Sultan Paku Buwono X memberikan bantuan jaminan
keuangan (kolateral) kepada Liga Bangsa Bangsa (LBB) di Amerika Serikat, dengan
tujuan membantu kebangkrutan ekonomi dunia. Liga Bangsa Bangsa (LBB) adalah
cikal bakal dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Tercatat emas yg diberikan
57.169 ton emas 24 karat, yg kemudian diAKUI oleh pihak AS dalam perjanjian
“The Green Hilton Agreement” & disaksikan Sri Paus (Vatikan).
Paska proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus
1945), para Sultan/ Raja (konfederasi) dibawah Kemaharajaan Sunda Nusantara
mendukung pemerintah Republik Indonesia dibawah kepemimpinan presiden pertama
Ir. Soekarno, dengan syarat beliau juga bersedia memulihkan Kekaisaran Sunda
Nusantara (maksudnya tetap mengakui keberadaan para Sultan/Raja di wilayah
Sunda Nusantara, sebagaimana halnya di Malaysia atau Inggris). Presiden
Soekarno setuju syarat tsb., dan oleh karena itu beliau juga diberi tahu
mengenai aset bangsanya yang dipergunakan oleh bangsa lain dan digelapkan.
Beliau juga diamanahkan oleh para Sultan/Raja Sunda Nusantara untuk berusaha
mengembalikan aset bangsa tsb.
Atas hal tersebut maka Ir. Soekarno mengirim surat rahasia ke
PBB, dan menyampaikan gugatan kepada negara Sekutu untuk mengembalikan aset
bangsa tsb. dalam rangka pembangunan kembali bangsa Sunda Nusantara. Ingat uang
kita sebelum Rupiah menggunakan nama SEN (SN=Sunda Nusantara). Labrakan Ir.
Soekarno kepada berbagai ketidakadilan dan imperialisme dunia, karena beliau
menyadari bahwa “Indonesia” adalah “SUPER POWER” sesungguhnya dan pemegang
amanah dunia.
Gugatan Ir. Soekarno baru disambut baik, ketika Amerika Serikat
dipimpin oleh presiden John F. Kennedy, dengan harapan AS mendapat dukungan Ir.
Soekarno dalam perlawanan menghambat komunisme. Pada tahap awal disetujui
pengembalian aset bangsa Sunda Nusantara pada tahun 1963, dengan
ditandatanganinya perjanjian “Green Hilton Agreement”, yaitu pengembalian
57.147 ton emas kepada rakyat Republik Indonesia (pemilik sah) melalui
pemerintahan Republik Indonesia sebagi pengemban amanah Kekaisaran Sunda
Nusantara (Imperium of Zhunda Nuswantara), dengan disaksikan Sri Paus, yang
banyak mengetahui sejarah aset dunia. Sayangnya rencana ini tidak berjalan
baik, karena terjadi pembunuhan terhadap presiden John F. Kennedy, pada tahun
1964. Diduga pembunuhan ini dilakukan oleh organisasi rahasia Yahudi, yang
menguasai ekonomi dan menyetir arah politik negeri AS hingga saat ini (Presiden
John F. Kennedy tidak mau bekerjasama dengan organisasi ini).
Paska pembunuhan presiden John F. Kennedy, di bumi Nusantara
juga terjadi gerakan penggulingan presiden Soekarno pada tahun 1965, yang
diduga didalangi oleh CIA (dibawah kendali organisasi rahasia Yahudi). Kekayaan
aset Nusantara masih banyak tersimpan di 93 account di bank-bank utama didunia
(ciri negaranya berbendera merah dan putih menandakan sumber asetnya).
Organisasi rahasia Yahudi ini diduga hingga saat ini masih
menjalankan misinya dalam rangka membentuk tatanan dunia baru di bawah
kepemimpinan Yahudi, dengan menguasai sektor keuangan dunia (IMF), bisnis
persenjataan, bisnis media dan sistem informasi, serta bisnis strategis
lainnya. Pemalsuan sejarah bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Sunda
Nusantara juga didalangi oleh organisasi tersebut. Oleh karena itulah 90%
bangsa kita tidak percaya akan cerita sejarah kebesaran bangsanya karena
distorsi informasi ini, dan sebagian lagi tidak mau tahu karena lebih mengejar
materi.
Marilah kita simak Doktrin Zionisme
(Protocol VI) yang menyatakan:
“Kehancuran kekuasaan akan terjadi setelah orang-orang berilmu
(aristocrat) kaum ‘the goyim’ jatuh statusnya menjadi kaum proletar bersamaan
dengan kredit negara-negara yang semakin meningkat, karena ketergantungan
mereka yang sangat besar kepada kegiatan monopoli berskala besar, yang kita
bangun, yang menjadi sumber penghasilan mereka. Di satu sisi, promosi
Pemerintahan Super sebagai pelindung dan pemberi kesejahteraan kepada mereka,
kita terus tingkatkan.
Kelompok aristocrat non Yahudi masih
tetap berbahaya bagi kita, karena mereka masih berstatus memiliki tanah-tanah
pertanian yang bisa memenuhi kebutuhan mereka. Berbagai cara kita kembangkan
agar tanah-tanah itu jatuh ke tangan kita dan kita kuasai, yaitu dengan cara:
1. Menaikkan beban tanah tersebut dengan cara menaikkan hutang
mereka, dengan jaminan tanah-tanah mereka yang menyebabkan kepemilikan tanah
terikat kepada kita dan pemiliknya akan tunduk tanpa syarat;
2. Kita bikin sulit kehidupan orang-orang berilmu (aristocrat)
kaum non Yahudi yang akhirnya mereka akan musnah, karena kaum aristocrat mereka
terbiasa dengan kehidupan yang mudah dan mewah;
3. Aktivitas spekulasi kita naikkan untuk mengembangkan kegiatan
industri dan perdagangan, sehingga kegiatan industri akan semakin menguat;
4. Dengan kegiatan industri yang menguat, kita sedot sumberdaya
manusia dan modal (finansial) dari tanah-tanah pertanian tersebut dan akhirnya,
ke dua sumberdaya tadi akan berpindah tangan ke kita berupa akumulasi harta kekayaan,
sehingga kaum aristocrat non yahudi akan jatuh statusnya menjadi kaum proletar;
5. Gaya hidup mewah kita perkenalkan kepada kaum aristocrat non
Yahudi, yaitu dengan kita naikkan taraf pendapatan mereka, tetapi mereka harus
membeli kebutuhan pokok dengan harga yang tinggi, karena berkurangnya
hasil-hasil pertanian dan peternakan;
6. Kita ajarkan faham anarkis dan mabuk-mabukan kepada kaum buruh
non Yahudi sebagai kaum terpelajarnya mereka yang akan mengurangi kegiatan
industri dan menyempitnya lapangan pekerjaan.
Akhirnya, kaum aristocrat non Yahudi akan tunduk kepada kita
hanya agar eksistensi mereka tetap dihargai dan mereka tidak menyadari bahwa
kita tetap akan memusnahkan mereka. Kita samarkan proses keseluruhan ini dengan
istilah meningkatkan produktivitas buruh melalui teori-teori politik ekonomi
yang para ahli ekonomi kita ajarkan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut.”
Pada era pemerintahan Ir. Soekarno, beliau begitu lantang
mengumandangkan politik “BERDIKARI” atau Berdiri Dengan Kaki Sendiri, bahwa
bangsa Sunda Nusantara harus dapat mandiri, jangan tergantung kepada negara
lain. Pada bulan Agustus 1965, beliau mengatakan “go to hell with your aid”
sebagai kata talak/perceraian dengan IMF serta Bank Dunia dan memutuskan
membangun Nusantara secara mandiri. Sayangnya politik ”BERDIKARI ini tidak
berlangsung lama, karena pada bulan September 1965 terjadi kudeta berdarah
terhadap presiden Soekarno (kudeta ini diduga melibatkan CIA). Selanjutnya
dimulailah rezim orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto, yang kebijakan
politiknya dekat dengan kepentingan Amerika Serikat.
Bagaimana dengan kondisi negeri kita saat ini.?? Sudahkah bangsa
kita hidup dan berkehidupan seperti yang tercantum dalam doktrin Zionisme di
atas…? Bila kita tidak segera menyadarinya, maka bangsa kita akan menjadi
jongosnya bangsa-bangsa adi kuasa dan akan menjadi kepanjangan tangan dari
negara-negara adi kuasa/kaya (istilahnya negara donor)
0 comments:
Post a Comment