Prabowo Subianto Bumingkan Nama Mayjen Purn Sudrajat Di Jawa Barat Masa Pendukung Prabowo Antusias Terhadap Pilihan Prabowo

Thursday 3 October 2013

Neoliberal Indonesia 2009

Neoliberal, kata-kata ini banyak kita dengar saat berlangsung masa kampanye Pilpres 2009. Kata-kata ini sekan tercipta untuk menghancur leburkan Pasangan Capres dan Cawapres SBY-Budiono.
Yang menjadi pertanyan adalah, sejak kapan bangsa yang baru berumur 64 tahun mengenal apa yang disebut Neoliberal.
Menjawab pertanyaan ini tiada salah kiranya kalau kita mundur sejenak menuju Indonesia tahun 1964, bulan Oktober. Dalam kunjungan kerja ke Roma, Bung Karno tiba-tiba saja diundang oleh miliarder kapitalis Aristoteles Onasis ke kapalnya yang mewah, “Christina”. Hingga hari ini tak pernah terungkap, siapa pemrakarsa pertemuan Presiden Republik Indonesia itu dengan Onasis, mengingat keduanya tidak pernah menjalin persahabatan sebelumnya.
Hanya sebuah epekulasi yang mengatakan, besar kemungkinan, kalangan seniman (pelukis, bintang film) yang menjembatani pertemuan itu. Mengingat dalam hampir setiap kunjungannya ke Roma, Bung Karno selalu meluangkan waktu bertemu para seniman setempat.
Singkatnya, kapal mewah “Christina” berlajar menuju Laut Tengah. Onasis didampingi Maria Callas, bintang opera bersuara emas yang cantik jelita. Sekilas, pertemuan itu berlangsung sangat akrab, laiknya perjumpaan dua karib lama. Di atas kapal itu pula terjadi serangkaian pertemuan yang sangat produktif, mulai dari jamuan makan sampai pertemuan empat mata Bung Karno – Onasis.
“Saya tidak mengira, mereka (Onasis dan Callas) mengetahui begitu banyak tentang Indonesia dan diri saya,” ujar Bung Karno tak lama setelah pertemuan usai.
Tentang materi pertemuan, Bung Karno menyinggung sekilas, bahwa intinya, Onasis menjajagi kemungkinan menanamkan modalnya di Indonesia dalam berbagai bidang, utamanya pertambangan. Onasis bahkan siap menanamkan uangnya bermiliar-miliar dolar AS di bumi Indonesia. Terlebih, dalam Undang Undang Penanaman Modal Asing tahun 1958, cukup banyak peluang asing berinvestasi di bumi Indonesia.
Dalam pertemuan itu, Onasis terang-terangan menghendaki adanya jaminan dari Presiden Sukarno bahwa perusahaan dan modalnya tidak akan dinasionalisasikan dalam jangka 35 tahun. Syarat itulah yang tidak serta merta diterima Bung Karno. Sebab, bunyi Undang Undang memang membatasi semua izin usaha sempai 10 – 15 tahun, dengan catatan dapat diperpanjang hanya jika perusahaan itu menguntungkan negara dan rakyat Indonesia. “Jangan sampai modal asing atau modal domestik swasta menduduki posisi yang dapat menentukan perekonomian kita,” tandas Bung Karno.
Sikap Bung Karno jelas, kemandirian ekonomi harus menjadi tiang utama bangsa ini. Tidak heran jika Bung Karno banyak menunda izin penanaman modal asing, sebelum jelas gambaran untung dan ruginya dalam kaitan kelestarian alam, perluasan daerah pertanian, transmigrasi, dan sebagainya.
Hingga titik paragraf di atas, tegas tersimpulkan, Bung Karno tidak anti modal asing, tetapi setiap investasi asing, harus menguntungkan negara dan rakyat Indonesia. Jika investasi asing justru mengakibatkan ketergantungan serta hanya memperkaya sekelompok kaum kapitalis, Bung Karno akan tegas menolak.

China Kuno & Peradabannya


Disebelah utara mengalir sungai hoang Ho/ Sungai kuning, disebelah selatan mengalir sungai Yang tse Kiang. Dilembah sungai Hoang Ho inilah berkembang kebudayaan China Kuno.

Sistim pemerintahan yang lazim digunakan di China adalah sistim dinasti. Pada zaman dinasti Chin dibuat tembok raksasa yang disebut Tembok Besar Raksasa” yang panjangnya 2.430 km dan lebar 8 m tinggi 16 meter. Dibuat selama 20 tahun dengan tenaga 1.000.000 orang. Tembok raksasa digunakan untuk menahan serangan dari suku barbar di sebelah utara.

Madura Memiliki Ciri Khas


Istilah unik menunjuk pada pengertian leksikal bahwa entitas etnik Madu-ra merupakan “komunitas tersendiri” yang mempunyai karakteristik berbeda dengan etnik lain dalam bentuk maupun jenis etnografinya (Alwi, 2001: 1247). Keunikan budaya Madura itu tampak tidak sejalan dengan kuatitas komunalnya yang menyebar ke berbagai daerah di Nusantara, yakni 9,7 Juta Jiwa (7,5%), me-nempati peringkat kuantitas etnik terbesar setelah Jawa (45%) dan Sunda (14%) (Kompas, 24 Sept. 2005). Walaupun kedua konsepsi itu tampak tidak sejalan tetapi realitasnya mencerminkan kondisi itu.
Hingga saat ini komunalitas etnik Madura di daerah-daerah perantauan masih tetap harus “berjuang” untuk mempertahankan survivalitasnya dalam menghadapi arus industrialisasi dan modernisasi yang semakin cepat. Kebera-daan mereka seolah-oleh kian menyusut karena mereka ternyata mulai enggan mengakui komunitas asalnya saat status sosial ekonominya meningkat. Keengga-nan untuk mengakui identitas asal mereka dapat dimengerti karena selama ini citra tentang orang Madura selalu jelek sedangkan komunitasnya cenderung ter-marginalkan sehingga menimbulkan “image traumatik.”
Identitas diri mereka makin tidak dapat dikenali karena ada kecenderun-gan escapistic dalam berinteraksi sosial di daerah perantauan. Dalam istilah lain, mereka “melucuti identitasnya” yang merupakan ciri khas dan karakteristik etni-sitas sesungguhnya yang justru masih melekat erat pada dirinya. Termasuk di dalamnya juga menyembunyikan penggunaan berbahasa Madura antar sesama etnik. Kondisi sosiologis demikian jarang ditemukan pada komunitas etnik lain karena sesungguhnya penggunaan bahasa lokal untuk sesama etnik justru memunculkan kebanggaan tersendiri. Ungkapan budaya (etnografi), misalnya taretan dhibi’ (saudara sendiri) dalam bertutur-bahasa Madura saat berkomunikasi dengan sesama etnik kadang cenderung mempererat persaudaraan serantau sekaligus dukungan untuk saling memberdayakan. Penggunaan konsep budaya taretan dhibi’ justru seriung ditirukan oleh individu etnik lainnya sebagai ungkapan tentang bertemunya dua orang Madura atau lebih dalam satu lokasi. Di sini

Sejarah Cara Masuknya Islam di Asia Tenggara


Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:
Teori pertama dikemukakan oleh beberapa ahli dari belanda, dianataranya Pijnappel, yang mengatakan bahwa asal mula islam menjalin kontak dengan Asia Tenggara berangkat dari wilayah Gujarat dan Malabar, menurutnya orang-orang arab yang  bermahzab Syafi’I, setelah berimigrasi dan menetap diwilayah india, yang kemudian membawa islam kenusantara. teori ini lalu dipertegas oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan bahwa ketika komunitas muslim arab sudah mapan  di beberapa kota di pelabuhan anak benua india, maka mereka masuk kedunia melayu-Nusantara sebagai penyebar agama islam pertama. setelah itu barulah orang-orang arab, terutama yang menisbahkan dirinya sebagai keturunan Nabi Muhammad, yaitu dengan memakai gelar Sayyid dan Syarif, yang menjalankan dan menyelesaikan  proses dakwah islam baik sebagai ustad maupun sebagai Sulthan.
Kontak paling awal ini dapat disebut dengan kontak perdagangan. Hal ini didasarkan pada catatan perjalanan Sulaiman, Marco Polo dan Ibn Battuta, yang menyebutkan bahwa Muslim Arab yang bermazhab Syafi’I dari Gujarat dan Malabar di India, yang membawa islam ke Asia Tenggara. Selain itu, Pijnappel meyakini bahwa melalui perdagangan sangat dimungkinkan terjadinya hubungan antara islam dan Asia Tenggara, bahkan menurutnya istilah-istilah Persia dari india digunakan dalam  bahasa masyarakat kota-kota pelabuhan.
Teori kedua disampaikan oleh fatimi yang memberikan kesimpulan  bahwa islam masuk Asia Tenggara, terutama Nusantara berasal dari Bengal ( Banglades). Hipotesis Fatimi, bahwa islam datang pertama kali di sekitar abad ke-8 H (14 M). Tome Pires juga memberikan dukungan pada Fatimi, bahwa mayoritas orang terkemuka di pasai adalah orang  Bengali atau  keturunan mereka. Islam muncul pertama kali pada abad ke-11 di semenajung Malaya adalah dari arah pantai timur, bukanlah barat (Malaka), yaitu melalui kanton, Phanrang (Vietnam), Leran dan Trengganu. Selain itu,  beberapa prasati yang ditemukan di Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ada di leran Jawa Timur.
Teori kedua ini juga disebut dengan teori Persia. Teori ini menitikberatkan pandagannya pada kesamaan kebudayaan masyarakat di Asia tenggara khususnya di Indonesia dengan Persia. Pandangan ini sedikit mirip dengan pandangan Morrison yang melihat persoalan masuknya islam di indonesia dari sisi kesamaan mazhab, meski perbedaan asal muasalnya.
Namun demikian teori Persia mempunyai aspek-aspek kelemahan yang akan dijawab oleh teori ketiga yakni teori Arabia. Teori ketika menyebutkan bahwa islam datang ke Asia Tenggara bukan dari Bengal, melainkan langsung dari Arab, tepatnya di Hadramaut. Menurut teori ini, Islam masuk ke Asia Tenggara sejak masa abad pertama Hijriah atau abad ke-7 dan abab ke-8 Masehi. Proses masuknya islam pada masa ini, ditandai dengan dominasi pedagang Arab dalam perdagangan Barat-Timur. Teori ini didukung dengan fakta dari sumber-sumber Cina yang menyebutkan bahwa menjelang abad ke-7, ada seorang pedagang Arab yang menjadi pemimpin pada sebuah pemukiman muslim Arab dipesisir pantai Sumatera.
Crawfurd mendukung teori ini, meskipun ia tetap mempertimbangkan adanya peranan kaum Muslimin yang berasal dari pantai timur india. Sementara Kaijzer berpendapat bahwa islam di Asia Tenggara memang berasal dari Timur Tengah, tetapi lebih tepatnya berasal dari mesir, karena Muslim di Asia Tenggara khususnya di Nusantara mayoritas bermazhab Syafi’I yang sama dengan mesir. Niemann dan de Hollander sedikit merevisi pandagan keijzer tersebut, dengan menyatakan bahwa sumber islam di Nusantara berasal dari Hadrawmaut.Sedangkan Veth hanya menyebut “orang-orang Arab”, tanpa mengungkapkan lebih dalam apakah dari Hadrawmaut, mesir, atau bahkan india.
Teori ini juga dipegang kuat oleh hamka, yang mengatakan bahwa meskipun terdapat peran Persia maupun india, tetapi Islam pertama kali masuk di Asia Tenggara di bawa langsung oleh Muslim Arab. Begitu juga dengan Al-Attas yang menegaskan bahwa Islam masuk Asia Tenggara di bawa langsung oleh Muslim Arab. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang disebutnya sebagai “Teori umum tentang islamisasi Nusantara”, yang harus didasarkan pada sejarah literatur Islam Melayu-Indonesia dan sejarah Pandangan- Dunia Melayu sebagaimana yang terlihat pada perubahan konsep dan istilah kunci dalam literatur Melayu-Indonesia pada abad ke-10 sampai ke-11. Menurutnya, setelah islam datang, telah terjadi pergesaran pandangan dunia melayu. Begitu pula sebelum abad ke-17, seluruh literature Islam yang relevan tentang keagamaan di Asia Tenggara, justru berasal dari nama-nama Arab, bukan dari muslim India. Bahkan nama-nama dan gelar-gelar yang dibawa oleh para pembawa Islam ke Asia Tenggara adalah Muslim Arab-Persia.
Dari uraian diatas dapat dilihat persamaan dan perbedaan dari masing-masing teori. teori Gujarat dan Persia memiliki persamaan pandangan mengenai masuknya Islam ke Asia Tenggara khususnya Nusantara dari Gujarat. Perbedaannya terletak pada teori Gujarat dan mempersandingkan dengan ajaran mistik india.
Teori Persia juga memandang adanya kesamaan mistik muslim Indonesia denga ajaran mistik Persia. Gujarat dipandang sebagai daerah yang dipengaruhi Persia, dan menjadi tempat singgah ajaran Syi’ah ke Indonesia. Dalam hal memandang Gujarat sebagai tempat singgah (transit) bukan pusat, sependapat dengan Teori Arabia/ Mekkah.
Tetapi teori Mekkah memandang Gujarat sebagai tempat singgah perjalanan perdagangan laut antara Indonesia dan Timur Tengah, sedangkan ajaran islam diambilnya dari Mekkah atau dari Mesir. Teori Gujarat tidak melihat peranan bangsa Arab dalam perdagangan ataupun dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Teori ini lebih melihat peranan pedagang india yang beragama Islam dari pada Bangsa Arab yang membawa ajaran Islam.
Teori keempat atau yang terakhir mengatakan bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara didorong oleh “Pertarungan”antara Islam dan Kristen untuk mendapat pengikut atau penganut masing-masing agama. Teori ini dikemukakan oleh Schrieke, pendapat Schrieke didasarkan bahwa pada kenyataannya, ekspansi yang dilakukan oleh bangsa portugis, yang kemudian menjadi upaya kolonialisasi, merupakan sebuah kelanjutan dari mata rantai perang salib di Eropa dan Timur Tengah. Menurutnya, pertualangan yang dilakukan oleh bangsa Portugis ke Asia merupakan ambisi dan keinginannya untuk mencapai sebuah kehormatan yang dikombinasikan dengan semangat keagamaan. Setelah mereka mampu mengusir kaum Moors ( Muslim) dari semenanjung Liberia, lalu menaklukan beberapa wilayah disepanjang pesisir barat Afrika hingga sampai mengelilingi Tanjung Harapan, Afrika Selatan, sebagai jalan menuju India dan Kepulauan Melayu-Indonesia.
Pendapat Schrieke diperkuat oleh Reid yang mengatakan bahwa pada paruh abad ke-15 dan ke-17 telah terjadi peningkatan dan penguatan polarisasi serta eksklusivisme agama, terutama agama Islam dan Kristen. Namun teori ini mendapat kritik dari Naquib Al-Attas yang cukup keras. Menurutnnya, Kristen sebagai Agama, bukanlah alasan yang cukup penting untuk menunjukan penyebaran Islam di Asia Tenggara. Karena, bagi Al-Attas Kristen muncul dan mendapat pengaruhnya dinusantara ketika abad ke-19. Penolakan Al-Attas ini wajar, karena ia bersiteguh bahwa Islam tersebar di Asia Tenggara sejak abad ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi.

Peradaban India Kuno


Di India terdapat lembah sungai Indus dengan daerah Punjab, yang artinya “daerah lima aliran sungai”. Celah kaibar di antara pegunungan Himalaya dan pegunungan Hindukush, merupakan pintu gerbang India.
Kebudayaan India kuno memiliki dua kebudayaan tinggi.

Kebudayaan Lembah sungai Indus.
Jawatan purbakala India pada tahun 1922 mengadakan penggalian di Mohendjodaro dan Harappa (ditemukan benda purbakala dan bangunan kota yang berkebudayaan tinggi) dan disebut kebudayaan Mohenjodaro dan Harappa.

Mata pencahariaan
Bangsa Dravida adalah pedagang (diatur dengan baik). Mereka mengadakan hubungan dengan daerah lain.
Kepercayaan / Agama.
Bangsa Dravida menyembah banyak dewa (politheisme)
Hasil kebudayaan bangsa Dravida.
Meliputi :
a.        Ilmu ukur, terbukti adanya (perencanaan kota, bangunan rumah tertib, jalan lurus lebar)
b.        Arsitektur, adanya rumah terbuat dari batu bata dengan atap datar, ada yang bertingkat/modern.
c.        Seni tari, terbukti adanya patung perunggu berbentuk anak perempuan yang sedang menari.

d.        Tulis, berupa gambar-gambar (piktografik)